sentra

Kamis, 12 Maret 2020

Konflik pada Anak Usia 3 Tahun



“Aku!”
“Aku!”
“Akuuu!”

Ada tiga anak sedang berebut tempat duduk. Satu anak dengan kekeh duduk di kursinya sementara dua lainnya saling tari menarik sandaran kursi.

“Ada apa?” tanya ibu guru.
Kemudian beliau berjongkok, jadi saat ini mereka sejajar.
Ketiga anak tersebut memandangi ibu gurunya. Walau tidak menjawab pertanyaan ibu guru tapi sebenarnya mereka mengerti maksud ibu gurunya.

“Aku dulu!”

Kembali dua anak yang saling memegangi sandaran kursi terus tarik menarik.

“Sebentar, Ibu perlu bicara dengan kalian,” sambil berusaha memegangi kursi yang di duduki oleh seorang anak dan terjadi tari menarik di antara dua anak di belakangnya.

“Kalian mau apa?” Ibu guru menatap ketiga anak tersebut.
“Aku dulu!” jawab salah satunya.
Kemudian yang lain ikut menimpali.
“Iya aku dulu itu maksudnya apa?” tanya ibu guru lagi.
“Apakah kalian mau mengembalikan kursi maksudnya?” ibu guru berusaha menjelaskan dengan kata-kata yang mudah di pahami anak.
“Iya,” jawab mereka hampir bersamaan.
"Oh begitu," ibu guru manggut-manggut sambil berpikir untuk mencari ide.
"Aha.." ibu guru menjentikkan jarinya.
“Karena kursinya hanya satu, maka kita bereskan bersama-sama aja, gimana?” ibu guru menatap ketiganya.
“Caranya begini,” lalu ibu guru memberikan contoh cara membereskan kursi bersama.
“Neo pegang bagian depan ya, Via pegang sandaran sebalah kanan dan Lio pegang sandaran kursi sebelah kiri, sedangkan ibu, pegang bagian depan di sebelahnya Neo ya,” ibu guru membagi tugas secara merata.
Lalu mereka bersama-sama menarik kursinya untuk di tempatkan di samping meja.

***
Peristiwa tersebut merupakan sedikit dari kejadian sederhana yang anak-anak alami setiap hari. Konflik-konflik sederhana membuat mereka belajar bagaimana mereka mengatasi masalah-masalah tersebut. Saat ini konflik seperti itu mungkin kecil dan sederhana bagi kita orang dewasa, namun jika mereka tidak pernah belajar dari yang kecil ini, mereka tidak pernah tahu bagaimana berbagi itu, bagaimana bersabar dan bagaimana menahan diri.

Dengan adanya kejadian seperti di atas diharapkan anak akan mandiri dalam menyelesaikan masalah. Interaksi sosial yang terus meningkat akan berpengaruh pada meningkatnya kemampuan bahasa, kognisi dan sosial emosionalnya.

Guru sebagai fasilitator harus punya seribu satu cara untuk mendampingi anak dalam menyelesaikan masalahnya.

Contok konflik di atas di alami oleh anak yang berusia 3 tahun. Usia ini masih dominan dengan egosentrisnya. Semua yang ingin dilakukan selalu mengandalkan “Aku”. Peran “Aku” masih sangat dominan, sehingga orang-orang dewasa harus punya kesabaran tingkat dewa dalam menghadapi anak-anak seperti ini.

Ritme kemandirian yang maju mundur membuat perilakunya kadang sulit di tebak. Saat usia ini anak-anak memerlukan sebuah teladan yang konsisten. Orang-orang dewasa harus sepakat, contoh seperti apa yang akan kita berikan kepada anak, sebab contoh ini akan berpengaruh pada bagaimana mereka membentuk perilaku kehidupan sehari-harinya.

Banyak penelitian yang mengatakan bahwa anak adalah peniru ulung, dan itu sudah terlihat pada anak-anak sejak mereka bayi. Seperti kejadian di atas ketika ibu guru memberikan contoh cara bagaimana mereka harus bekerjasama. Terlihat berbeda ketika kita hanya menyuruh “Ayo bereskan bersama-sama”. Mereka hanya bengong atau mungkin malah semakin kuat tarik menariknya. Karena mereka belum paham secara simbol.

Ketika ibu guru menyampaikan cara bekerjasama dan ikut memegang, mengangkat, ataupun mendorong. Mereka tidak mungkin protes karena masing-masing anak sudah punya bagian dan tanggungjawabnya. Mereka melihat bagaimana ibu guru juga bertanggungjawab pada bagiannya.

Sederhana dan sepele, namun dahsyat dampaknya. Nah bagaimana dengan kita apakah sudah memiliki seribu satu cara untuk membangun kreatifitas anak.
Karena kreatifitas itu tidak hanya kemampuan anak dalam membuat karya, akan tetapi kemampuan anak dalam menemukan berbagai macam cara dalam menyelesaikan masalah itu juga termasuk kreatifitas anak.

Pandai saja tidak cukup dalam mengarungi hidup ini kita harus kreatif, karena kehidupan ini adalah seni yang harus di lalui dengan cara-cara kreatif supaya tetap indah.

Salam litersi
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar