“Aku!”
“Akuuu!”
Ada tiga anak
sedang berebut tempat duduk. Satu anak dengan kekeh duduk di kursinya sementara
dua lainnya saling tari menarik sandaran kursi.
“Ada apa?” tanya
ibu guru.
Kemudian beliau
berjongkok, jadi saat ini mereka sejajar.
Ketiga anak tersebut
memandangi ibu gurunya. Walau tidak menjawab pertanyaan ibu guru tapi
sebenarnya mereka mengerti maksud ibu gurunya.
“Aku dulu!”
Kembali dua anak
yang saling memegangi sandaran kursi terus tarik menarik.
“Sebentar, Ibu perlu
bicara dengan kalian,” sambil berusaha memegangi kursi yang di duduki oleh
seorang anak dan terjadi tari menarik di antara dua anak di belakangnya.
“Kalian mau apa?”
Ibu guru menatap ketiga anak tersebut.
“Aku dulu!” jawab
salah satunya.
Kemudian yang
lain ikut menimpali.
“Iya aku dulu itu
maksudnya apa?” tanya ibu guru lagi.
“Apakah kalian
mau mengembalikan kursi maksudnya?” ibu guru berusaha menjelaskan dengan kata-kata
yang mudah di pahami anak.
“Iya,” jawab
mereka hampir bersamaan.
"Oh begitu," ibu guru manggut-manggut sambil berpikir untuk mencari ide.
"Aha.." ibu guru menjentikkan jarinya.
“Karena kursinya hanya
satu, maka kita bereskan bersama-sama aja, gimana?” ibu guru menatap ketiganya.
“Caranya begini,”
lalu ibu guru memberikan contoh cara membereskan kursi bersama.
“Neo pegang
bagian depan ya, Via pegang sandaran sebalah kanan dan Lio pegang sandaran
kursi sebelah kiri, sedangkan ibu, pegang bagian depan di sebelahnya Neo ya,” ibu guru membagi tugas secara merata.
Lalu mereka
bersama-sama menarik kursinya untuk di tempatkan di samping meja.
***
Peristiwa tersebut
merupakan sedikit dari kejadian sederhana yang anak-anak alami setiap hari. Konflik-konflik
sederhana membuat mereka belajar bagaimana mereka mengatasi masalah-masalah
tersebut. Saat ini konflik seperti itu mungkin kecil dan sederhana bagi kita
orang dewasa, namun jika mereka tidak pernah belajar dari yang kecil ini,
mereka tidak pernah tahu bagaimana berbagi itu, bagaimana bersabar dan
bagaimana menahan diri.
Dengan adanya
kejadian seperti di atas diharapkan anak akan mandiri dalam menyelesaikan
masalah. Interaksi sosial yang terus meningkat akan berpengaruh pada
meningkatnya kemampuan bahasa, kognisi dan sosial emosionalnya.
Guru sebagai
fasilitator harus punya seribu satu cara untuk mendampingi anak dalam menyelesaikan
masalahnya.
Contok konflik di
atas di alami oleh anak yang berusia 3 tahun. Usia ini masih dominan dengan
egosentrisnya. Semua yang ingin dilakukan selalu mengandalkan “Aku”. Peran “Aku”
masih sangat dominan, sehingga orang-orang dewasa harus punya kesabaran tingkat
dewa dalam menghadapi anak-anak seperti ini.
Ritme kemandirian
yang maju mundur membuat perilakunya kadang sulit di tebak. Saat usia ini
anak-anak memerlukan sebuah teladan yang konsisten. Orang-orang dewasa harus
sepakat, contoh seperti apa yang akan kita berikan kepada anak, sebab contoh ini
akan berpengaruh pada bagaimana mereka membentuk perilaku kehidupan
sehari-harinya.
Banyak penelitian
yang mengatakan bahwa anak adalah peniru ulung, dan itu sudah terlihat pada
anak-anak sejak mereka bayi. Seperti kejadian di atas ketika ibu guru
memberikan contoh cara bagaimana mereka harus bekerjasama. Terlihat berbeda
ketika kita hanya menyuruh “Ayo bereskan bersama-sama”. Mereka hanya bengong
atau mungkin malah semakin kuat tarik menariknya. Karena mereka belum paham
secara simbol.
Ketika ibu guru
menyampaikan cara bekerjasama dan ikut memegang, mengangkat, ataupun mendorong.
Mereka tidak mungkin protes karena masing-masing anak sudah punya bagian dan
tanggungjawabnya. Mereka melihat bagaimana ibu guru juga bertanggungjawab pada
bagiannya.
Sederhana dan
sepele, namun dahsyat dampaknya. Nah bagaimana dengan kita apakah sudah
memiliki seribu satu cara untuk membangun kreatifitas anak.
Karena kreatifitas
itu tidak hanya kemampuan anak dalam membuat karya, akan tetapi kemampuan anak
dalam menemukan berbagai macam cara dalam menyelesaikan masalah itu juga termasuk
kreatifitas anak.
Pandai saja tidak
cukup dalam mengarungi hidup ini kita harus kreatif, karena kehidupan ini
adalah seni yang harus di lalui dengan cara-cara kreatif supaya tetap indah.
Salam litersi
Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar